Sesungguhnya, tidak ada suatu apa pun yang dilakukan-Nya yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya." Sebab ia wajib melepaskan seorang bagi mereka pada hari raya itu. Tetapi mereka berteriak bersama-sama: "Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi kami!" [Lukas 23 : 15b - 18]
Siapa yang menyangka, bahwa Barabas pun memiliki kaitan yang erat dengan keluarga Yesus?
Mas Deni -kakak saya, menawarkan sebuah buku menarik yaitu Virgin Mary, Perawan Suci Maryam karangan Marek Halter. Walaupun merupakan roman, penulisan novel ini ditulis berdasarkan riset dari sumber asli yang penulis dapatkan dari seseorang bernama Maria di Warsawa. Tentu saja, bagian yang hilang menjadikan ide menarik tersendiri bagi seseorang untuk menuliskan imajinasinya terhadap karakter maupun hal-hal yang terjadi di sekitarnya.
Narasi - Virgin Mary, Perawan Suci Maryam
Bermula dari sebuah keluarga kecil yang terdiri dari sang ayah Joachim (Yoyakhim), sang ibu Hannah (Anna) dan si kecil Mary (Maria). Mereka tinggal dengan damai di Nazareth, kota kecil di sekitar danau Gennesaret (Galilea). Joachim bekerja sebagai tukang kayu di desanya, dia pun cukup terkenal oleh karena pekerjaannya itu. Pada waktu itu, tanah Israel berada di bawah penjajahan Romawi.
Secara periodik, serdadu Romawi sering berkunjung ke beberapa daerah termasuk Nazareth untuk menarik pajak. Akan tetapi, suatu hari menjadi tidak biasa bagi si kecil Mary. Desa diributkan oleh kehadiran sang pemberontak Barnabas. Mary menyaksikan sendiri bahwa Barnabas bersembunyi di dalam rumahnya. Untuk menyelamatkannya, Barnabas disembunyikan di sebuah ruangan rahasia yang terletak di salah satu sudut di dalam rumahnya. Inilah perkenalan pertama mereka yang bisa dibilang cukup berkesan.
Untuk kali ini, keluarga mereka tidak terlalu diributkan oleh para serdadu Romawi. Barnabas tidak dapat ditemukan. Masalah baru muncul setelahnya, ketika para serdadu itu menarik pajak di kota kecil Nazareth. Hulda, seorang tua yang tidak memiliki apa-apa menjadi objek rampasan serdadu-serdadu itu. Joachim yang dikenal sangat baik, dengan nekadnya membela nenek Hulda. Pembelaan yang menyebabkan pertumpahan darah ini berujung pada penangkapan Joachim.
Upaya menyelamatkan Joachim dilakukan oleh Mary. Saat ini, Mary hanya bisa bergantung pada teman barunya Barabas dan Abdias yang dikenalnya sebelum bertemu Barabas. Abdias adalah bocah pimpinan kaum Am-haretz (kaum yang dianggap hina oleh orang-orang Farisi). Perjuangan ini pun berhasil, Joachim pun bebas. Meskipun demikian, mereka tetap dihantui oleh pasukan-pasukan Herodes yang senantiasa mengejar mereka.
Dari pengalaman-pengalaman yang terjadi di sekitarnya -penjajahan dan penindasan terhadap bangsanya, Mary menjadi seorang gadis yang berwatak keras. Terkadang, seringai keras dengan nada memberontak terucap dari mulutnya ketika melihat ketidakadilan menimpa bangsanya. Pertemuan dengan pemuda bernama Barnabas dan Abdias membuka pikiran dan mata hatinya akan penindasan bangsa Roma melalui Herodes terhadap bangsanya. Tak heran jika terkadang air mata mengalir dari mata si gadis kecil Mary melihat bangsanya dipukul bahkan disiksa hidup-hidup di hadapan matanya.
Rencana pemberontakan pun dilakukan di rumah Yusuf, si tukang kayu yang sudah dianggap anak oleh Joachim. Joachim dan Yusuf berusaha mengundang beberapa orang, (termasuk) Joseph d'Arimatea (Yusuf Arimatea), Giora de Gamala, seseorang dari Zelot Galilea dan Nikodemus. Pembicaraan mereka mengalami jalan buntu, hingga berujung pada perpecahan. Akan tetapi, Joseph d'Arimatea yang merupakan tetua kaum Essene tertarik dengan pribadi Mary. Dia menyarankan Mary untuk pergi ke Magdala untuk belajar di sana.
Sesampainya di Magdala, Mary bertemu dengan janda bernama Rachel dan anaknya Maryam (yang nantinya dikenal sebagai Maria dari Magdala / Maria Magdalena). Di tempat ini, Mary belajar banyak mengenai ilmu filsafat. Pikiran Mary menjadi semakin tajam. Suatu hari, Barabbas menemuinya di dekat pelabuhan. Dia butuh bantuan Mary untuk mengantarkan Abdias ke Damas. Abdias terluka akibat serangan yang mereka lakukan terhadap tentara Herodes. Damas adalah tempat di mana biara kaum Essene berada. Di situlah Joseph d'Arimatea tinggal. Biara ini melayani pengobatan dan sudah banyak orang yang disembuhkan di sini.
Mereka pun berpamitan untuk segera berkuda menuju ke Damas. Hampir sampai di Beth Zabdai (lokasi biara), Abdias meninggal dunia akibat infeksi pada tubuhnya. Mary memiliki kenangan tersendiri bersama Abdias. Baginya, Abdias adalah sosok yang paling berharga dalam hidupnya sama seperti Barabbas, yang bersama-sama berjuang membebaskan ayah Mary maupun bangsa mereka. Selama beberapa waktu, Mary berkabung dalam kesedihan di depan makam Abdias.
Joseph d'Arimatea, tetua bruder-bruder Essene pun dengan sabar dan lembut memberikan pesan-pesan hangat kepada Mary. Dibantu Ruth -pelayan biara Essene, Joseph menangkan hati Mary yang dipenuhi dengan luka-luka batin dan kebencian. Mary pun kembali, kesedihan tidak membuatnya terlarut. Baginya, Abdias adalah suami kecil yang senantiasa menemaninya. Dia pun tinggal di biara untuk membantu Joseph sekaligus belajar ilmu pengobatan.
Suatu hari, Maryam datang dari Magdala dan memberitakan bahwa ibunya Hannah telah tiada. Suatu pukulan lagi bagi Mary. Namun kini Mary tidak terlarut dalam emosi. Joseph dan Ruth berhasil membuka pikirannya menuju kedewasaan. Bersama Maryam, dia pulang kembali ke Nazareth untuk berjumpa dengan ayahnya serta keluarganya di sana. Selain ibunya, didapati Halwa -istri Yusuf juga meninggal setelah melahirkan anak terakhirnya. Betapa pahit pengalaman yang harus dialami oleh Mary, dan itu yang membuat dia semakin tekun berdoa kepada Yahweh, sang khalik.
Tak berapa lama, Mary mulai bersikap aneh. Setiap malam, dia keluar entah kemana. Suatu ketika, dia berkata kepada ayahnya, "Aku mengandung." Ayahnya sempat marah kepadanya lantaran dia mengandung tanpa suami. Siapakah yang menodainya?
Mary mengandung sang Mesias.
Pada saat itu, Antipas putra Herodes memimpin bangsa itu. Diadakanlah sensus penduduk sehingga setiap orang harus kembali ke kampung halamannya untuk dicatat. Yusuf yang menerima Mary sebagai istrinya berangkat menuju Betlehem bersama dengan Ruth. [Novel berakhir di sini, selebihnya dunia telah mengetahui kisah hidupnya bersama Puteranya terkasih.]
Pada bagian belakang novel ini, tercantum terjemahan kitab apokrif "Kabar Gembira dari Maria". Kitab ini menceritakan kisah singkat Mary setelah Yesua (Yesus) lahir. Diceritakan beberapa mujizat yang Dia lakukan. Yang sedikit berbeda adalah, Yesua tidak mati di kayu salib. Dengan ramuan Joseph d'Arimatea, Yesua dibuat seolah-olah meninggal kemudian diturunkan untuk diobati secara diam-diam. Kemudian setelah tiga hari, Yesua pun tersadar dan kemudian dilarikan dari sana.
Opini
Cukup kontroversial bukan? Jangan ambil nilai-nilai mencengangkannya, tetapi nilai positif yang terkandung dalam karya sastra ini. Saya pribadi mengagumi sikap seorang biarawan Essene Joseph d'Arimatea. Entah mengapa, setiap perkataannya selalu bernilai dan mengandung makna yang dalam. Belum lagi Joseph d'Arimatea dikatakan penuh dengan karisma. Saya bahkan belajar memandang seorang wanita.
Begitulah cuplikan kata-kata Joseph d'Arimatea, tetua kaum Essene kepada Ruth, pelayan di biara mereka. Perlu diketahui bahwa Ruth sebelumnya merupakan istri dari Yosua yang kemudian menjadi bruder Essene dan meninggalkannya demi Tuhan. Selama beberapa waktu, Ruth merintih sedih karena hanya bisa melihat Yosua dari kejauhan tanpa mendapatkan balasan lirikan sedikitpun darinya. Air matanya seraya mengalir setiap hari di depan gerbang biara hingga Joseph d'Arimatea menemuinya dan berkata demikian. Dialah pria terbaik yang saya baca dalam novel ini, bahkan di akhir pembicaraan, dia berkata kepada Ruth:
Setelah itu, Ruth menjadi pelayan di sana hingga bertemu dengan Mary.
Mas Deni -kakak saya, menawarkan sebuah buku menarik yaitu Virgin Mary, Perawan Suci Maryam karangan Marek Halter. Walaupun merupakan roman, penulisan novel ini ditulis berdasarkan riset dari sumber asli yang penulis dapatkan dari seseorang bernama Maria di Warsawa. Tentu saja, bagian yang hilang menjadikan ide menarik tersendiri bagi seseorang untuk menuliskan imajinasinya terhadap karakter maupun hal-hal yang terjadi di sekitarnya.
Narasi - Virgin Mary, Perawan Suci Maryam
Joachim - Mary - Hannah |
Secara periodik, serdadu Romawi sering berkunjung ke beberapa daerah termasuk Nazareth untuk menarik pajak. Akan tetapi, suatu hari menjadi tidak biasa bagi si kecil Mary. Desa diributkan oleh kehadiran sang pemberontak Barnabas. Mary menyaksikan sendiri bahwa Barnabas bersembunyi di dalam rumahnya. Untuk menyelamatkannya, Barnabas disembunyikan di sebuah ruangan rahasia yang terletak di salah satu sudut di dalam rumahnya. Inilah perkenalan pertama mereka yang bisa dibilang cukup berkesan.
Untuk kali ini, keluarga mereka tidak terlalu diributkan oleh para serdadu Romawi. Barnabas tidak dapat ditemukan. Masalah baru muncul setelahnya, ketika para serdadu itu menarik pajak di kota kecil Nazareth. Hulda, seorang tua yang tidak memiliki apa-apa menjadi objek rampasan serdadu-serdadu itu. Joachim yang dikenal sangat baik, dengan nekadnya membela nenek Hulda. Pembelaan yang menyebabkan pertumpahan darah ini berujung pada penangkapan Joachim.
Upaya menyelamatkan Joachim dilakukan oleh Mary. Saat ini, Mary hanya bisa bergantung pada teman barunya Barabas dan Abdias yang dikenalnya sebelum bertemu Barabas. Abdias adalah bocah pimpinan kaum Am-haretz (kaum yang dianggap hina oleh orang-orang Farisi). Perjuangan ini pun berhasil, Joachim pun bebas. Meskipun demikian, mereka tetap dihantui oleh pasukan-pasukan Herodes yang senantiasa mengejar mereka.
Barabbas yang dibebaskan sebagai ganti Yesus yang disalibkan. |
"Kita harus merencanakan pemberontakan. Seluruh bangsa Israel harus bersatu untuk mengusir penjajah."
Rencana pemberontakan pun dilakukan di rumah Yusuf, si tukang kayu yang sudah dianggap anak oleh Joachim. Joachim dan Yusuf berusaha mengundang beberapa orang, (termasuk) Joseph d'Arimatea (Yusuf Arimatea), Giora de Gamala, seseorang dari Zelot Galilea dan Nikodemus. Pembicaraan mereka mengalami jalan buntu, hingga berujung pada perpecahan. Akan tetapi, Joseph d'Arimatea yang merupakan tetua kaum Essene tertarik dengan pribadi Mary. Dia menyarankan Mary untuk pergi ke Magdala untuk belajar di sana.
Sesampainya di Magdala, Mary bertemu dengan janda bernama Rachel dan anaknya Maryam (yang nantinya dikenal sebagai Maria dari Magdala / Maria Magdalena). Di tempat ini, Mary belajar banyak mengenai ilmu filsafat. Pikiran Mary menjadi semakin tajam. Suatu hari, Barabbas menemuinya di dekat pelabuhan. Dia butuh bantuan Mary untuk mengantarkan Abdias ke Damas. Abdias terluka akibat serangan yang mereka lakukan terhadap tentara Herodes. Damas adalah tempat di mana biara kaum Essene berada. Di situlah Joseph d'Arimatea tinggal. Biara ini melayani pengobatan dan sudah banyak orang yang disembuhkan di sini.
Mereka pun berpamitan untuk segera berkuda menuju ke Damas. Hampir sampai di Beth Zabdai (lokasi biara), Abdias meninggal dunia akibat infeksi pada tubuhnya. Mary memiliki kenangan tersendiri bersama Abdias. Baginya, Abdias adalah sosok yang paling berharga dalam hidupnya sama seperti Barabbas, yang bersama-sama berjuang membebaskan ayah Mary maupun bangsa mereka. Selama beberapa waktu, Mary berkabung dalam kesedihan di depan makam Abdias.
Joseph d'Arimatea, tetua bruder-bruder Essene pun dengan sabar dan lembut memberikan pesan-pesan hangat kepada Mary. Dibantu Ruth -pelayan biara Essene, Joseph menangkan hati Mary yang dipenuhi dengan luka-luka batin dan kebencian. Mary pun kembali, kesedihan tidak membuatnya terlarut. Baginya, Abdias adalah suami kecil yang senantiasa menemaninya. Dia pun tinggal di biara untuk membantu Joseph sekaligus belajar ilmu pengobatan.
Suatu hari, Maryam datang dari Magdala dan memberitakan bahwa ibunya Hannah telah tiada. Suatu pukulan lagi bagi Mary. Namun kini Mary tidak terlarut dalam emosi. Joseph dan Ruth berhasil membuka pikirannya menuju kedewasaan. Bersama Maryam, dia pulang kembali ke Nazareth untuk berjumpa dengan ayahnya serta keluarganya di sana. Selain ibunya, didapati Halwa -istri Yusuf juga meninggal setelah melahirkan anak terakhirnya. Betapa pahit pengalaman yang harus dialami oleh Mary, dan itu yang membuat dia semakin tekun berdoa kepada Yahweh, sang khalik.
Tak berapa lama, Mary mulai bersikap aneh. Setiap malam, dia keluar entah kemana. Suatu ketika, dia berkata kepada ayahnya, "Aku mengandung." Ayahnya sempat marah kepadanya lantaran dia mengandung tanpa suami. Siapakah yang menodainya?
"Tak ada seorang pun yang menodaiku."
Mary mengandung sang Mesias.
Pada saat itu, Antipas putra Herodes memimpin bangsa itu. Diadakanlah sensus penduduk sehingga setiap orang harus kembali ke kampung halamannya untuk dicatat. Yusuf yang menerima Mary sebagai istrinya berangkat menuju Betlehem bersama dengan Ruth. [Novel berakhir di sini, selebihnya dunia telah mengetahui kisah hidupnya bersama Puteranya terkasih.]
Joseph d'Arimatea dan Nikodemus, menurunkan Yesus dan mengobati-Nya (???) |
"Jika bukan di tiang salib, bagaimana ia meninggal?"
"Anda berbicara tentang siapa? Yesus-ku? Yesua-ku? Sudah kukatakan, ia meninggal di Auschwitz."
Opini
Cukup kontroversial bukan? Jangan ambil nilai-nilai mencengangkannya, tetapi nilai positif yang terkandung dalam karya sastra ini. Saya pribadi mengagumi sikap seorang biarawan Essene Joseph d'Arimatea. Entah mengapa, setiap perkataannya selalu bernilai dan mengandung makna yang dalam. Belum lagi Joseph d'Arimatea dikatakan penuh dengan karisma. Saya bahkan belajar memandang seorang wanita.
Kebaikan dan cinta yang kita simpan dalam hati tak selalu menuntut pertemuan untuk tetap ada. Bahkan untuk menerima kasih sayang sebagai balasannya. Hati kalian, para wanita, lebih luas dan lebih sederhana dari pada kami [kaum Essene, laki-laki]. Kalian tak perlu bersusah payah untuk mengharapkan kebaikan dari mereka yang kalian kasihi. Hal itu menjadikan kedudukan kalian mulia dan membuatku iri, meskipun posisi kalian adalah pelayan kami.
Begitulah cuplikan kata-kata Joseph d'Arimatea, tetua kaum Essene kepada Ruth, pelayan di biara mereka. Perlu diketahui bahwa Ruth sebelumnya merupakan istri dari Yosua yang kemudian menjadi bruder Essene dan meninggalkannya demi Tuhan. Selama beberapa waktu, Ruth merintih sedih karena hanya bisa melihat Yosua dari kejauhan tanpa mendapatkan balasan lirikan sedikitpun darinya. Air matanya seraya mengalir setiap hari di depan gerbang biara hingga Joseph d'Arimatea menemuinya dan berkata demikian. Dialah pria terbaik yang saya baca dalam novel ini, bahkan di akhir pembicaraan, dia berkata kepada Ruth:
Sepanjang hidupmu, Yosua-mu akan selalu mendampingimu.
Setelah itu, Ruth menjadi pelayan di sana hingga bertemu dengan Mary.
No comments:
Post a Comment