Agustinus dari Hippo, lahir pada tahun 354, adalah salah seorang teolog yang terpenting. Ia cendekiawan yang cemerlang dan penulis yang mahir. Petualangannya dari Manikheisme hingga Platonisme Kristen akhirnya membawanya pada suatu kerendahan hati intelektual yang menerima autoritas Kitab Suci dan mengakui keterbatasan akal budi. (Pengantar dari buku Agustinus, karangan Richard Price).
Yang awal saya pelajari dari buku ini adalah rumitnya pertentangan yang terjadi antara agama. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh sosial yang ditimbulkan oleh dominannya Gereja Katolik pada masa itu. Beberapa kelompok sosial muncul sebagai aksi protes terhadap otoritas gereja yang terlalu tinggi ditambah dengan intervensi politik kenegaraan.
Agustinus yang berasal dari Hippo (Aljazair) muncul sebagai kaum terpelajar. Walaupun sempat kecewa dengan ke-'irasional'-an gereja yang membawanya bergabung bersama kaum Manikheisme, Agustinus kembali ke jalan di tempat yang semula harus dilaluinya. Dia diangkat menjadi uskup Hippo di kemudian hari. Dalam perjalanan hidupnya, dia tidak meninggalkan beberapa prinsip-prinsip Neoplatonik yang berkembang pada saat itu.
Bagaimanapun juga, belum pernah aku merasa berniat untuk menyimpang dari kekuasaan Kristus, sebab aku tidak menemukan sesuatu yang jauh lebih kuat. Namun, sehubungan dengan hal yang memang harus diuji dengan memakai akal budi secara cermat - sebab yang kudambakan bukan sekedar mempercayai apa yang benar melainkan juga memahaminya - maka aku pun merasa yakin bahwa aku akan menemukannya bersama kaum Platonis, dan hal itu tidak akan bertentangan dengan misteri-misteri kita yang suci. (Against the Academics 3.20.43)
Dalam perjalanan hidupnya, Agustinus menuliskan buku-buku filsafat tentang pengakuan-pengakuannya yaitu Confession yang terdiri dari beberapa kitab serta kota duniawi-surgawi City of God. Buku tersebut bahkan menjadi buku yang tidak ditinggalkan oleh umat Katolik sebagai pedoman. Pandangan-pandangan yang Agustinus tuangkan dalam buku-bukunya memang bersifat melegakan serta mengakui keterbatasan akal budi untuk memahami setiap karya Tuhan.
Tidak hanya melayani sebagai seorang uskup, Agustinus juga melakukan beberapa pembenaran Gereja Katolik yang dilanda krisis. Banyaknya paham tentang Roma - yang dulu dikenal sebagai negeri penjajah - yang lengkap dengan dewa-dewi sesembahannya; yang kemudian bertobat - ditandai dengan bertobatnya kaisar Konstantinus menjadi orang Kristen. Sampai-sampai Roma jatuh ke tangan orang-orang Goth, sehingga menimbulkan kekacauan dan kekhawatiran St. Hieronimus. Selain itu, Agustinus juga harus menghadapi kaum Donatis yang cukup bertentangan dengan Gereja Katolik pada waktu itu.
Dalam keseluruhan rentang permasalahan, mulai dari yang paling rumit (tentang Tritunggal) hingga yang paling duniawi (tentang seks dan perkawinan), para teolog dewasa ini mungkin tidak sependapat dengan Agustinus, tetapi mereka tidak dapat mengabaikan pemahaman Agustinus.
"Untuk memahami pengetahuan akan Tuhan, sama seperti memindahkan air laut ke dalam botol dengan menggunakan tempurung yang berlubang."
No comments:
Post a Comment