Thomas More (1477 - 1535) merupakan tokoh kontroversial dalam kehidupan dan kematiannya. Ia memulai karirnya sebagai seorang ahli hukum, anggota dewan, duan akhirnya menjabat sebagai Kanselir. More menentang tindakan raja Henry VIII untuk memisahkan diri dari Roma, dan akhirnya dihukum mati karena keyakinannya tersebut. karya besarnya Utopia merupakan salah satu contoh penting dari humanisme selama masa Renaisans. (Pengantar dari buku Thomas More, karangan Anne Murphy)
Baru setengah buku saya baca, saya ingin menuliskan beberapa hal yang menarik yang saya dapatkan dari salah seorang tokoh humanis; yang tidak banyak dikenal sebelumnya -namun kontroversial setelah saya mengetahuinya. Bagaimana tidak, salah seorang yang mempelajari tentang humanismenya pun sampai berkata, "Saya tidak bisa mengatakan apakah saya akan menyebutnya seorang bijaksana yang bodoh atau seorang bodoh yang bijaksana." (Edward Hall, Chronicler). Bagi saya, mungkin St. Thomas More seperti seorang Gus Dur di Indonesia.
Bermula dari keluarga yang kaya, Thomas More terlahir dari pasangan John dan Agnes, pada saat Raja Edward memerintah di Inggris. Kehidupan di tengah Inggris inilah yang menjadi latar belakang pendidikan More.
Selama hidupnya, More bekerja tidak jauh dari kerajaan. Bahkan hampir seluruh hidupnya, dia baktikan untuk gereja dan kerajaan Inggris. Beberapa pemikiran humanisme yang dia tulis, mengangkat posisinya hingga menjadi Kanselir Inggris; yang pada akhirnya berujung bentrok dengan sang Raja, Henry VIII yang melantiknya.
Salah satu pikiran kritis yang ia tulis, tercantum dalam buku The Best State of a Commonwealth and the New Island or Utopia. Terdiri dari dua buku, yang pertama berisi kritikan terhadap pemerintah Inggris yang sudah memasuki bentuk tirani (atau aristokrat yang bobrok); keinginan penguasa bahkan menyeleweng dari tindak sosial sekaligus menentang Paus. Sedangkan buku kedua berisi tentang fiksi yang menggambarkan sebuah negara yang ideal menurut More, yang disebut dengan Utopia.
Kesalehan dan keutamaan merupakan kata-kata yang tidak kita hargai saat ini. Namun bagi Erasmus, sahabat sekaligus tokoh humanisme dari Belanda, kesalehan berarti agama yang didasarkan pada kasih, dan keutamaan berarti kekuatan moral dari kesadaran manusia, yang dapat mengarahkan kita untuk memilih yang terbaik dalam kehidupan sehari-hari. Utopia, mengambil sebuah situasi negara dengan masyarakat yang mengutamakan keutamaan ini. Walaupun terkesan sangat ideal, namun memang banyak kejanggalan yang jelas menimbulkan kalimat: "Ah, itu tidak mungkin terjadi di dunia ini," dalam benak manusia. Tetapi, banyak pula orang yang membaca tulisannya itu, ingin melihat kenyataan sosial semacam itu di dunia nyata ini.
Walaupun bukan berasal dari golongan agamawan atau hirarki Gereja, melainkan sebagai seorang awam, pemikiran More tentang humanisme inilah yang mengubah sejarah pemerintahan Inggris. Dimulai dari sebuah kisah keluarga, bagaimana More menggambarkan keluarga bukan hanya terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak, melainkan juga pembantu serta pelayan keluarga. Mereka inilah keluarga, yang kemudian dilukis oleh seorang pelukis yang dekat dengan keluarga More. Kehangatan dalam keluarga ini yang nantinya digambarkan sebagai sekolah Plato mini.
Pembelaan terhadap kesucian perkawinan, serta penolakan atas keputusan Raja untuk menceraikan istrinya adalah alasan mengapa dia kemudian mati menjadi seorang martir. Yang dia pertahankan bukanlah soal pelanggaran yang dilakukan raja waktu itu, tetapi juga akibat keputusan Raja yang akan dirasakan nantinya. Di akhir hayatnya, dia tetap mempertahankan keputusnnya untuk tidak setuju dengan Raja walaupun putrinya telah berulang kali menyarankan More untuk menarik kata-katanya sebagai seorang Kanselir Kerajaan. More mati dipenggal kepalanya.
Kedisiplinan, tingkat ketelatenan, kedekatan dengan keluarga rumah tangganya, serta pikiran-pikiran humanisme More inilah yang menyebabkan namanya dikenang sepanjang masa. Bahkan, oleh Gereja Katolik, More diangkat menjadi salah satu orang kudus yang turut memperjuangkan kemanusiaan.
Selama hidupnya, More bekerja tidak jauh dari kerajaan. Bahkan hampir seluruh hidupnya, dia baktikan untuk gereja dan kerajaan Inggris. Beberapa pemikiran humanisme yang dia tulis, mengangkat posisinya hingga menjadi Kanselir Inggris; yang pada akhirnya berujung bentrok dengan sang Raja, Henry VIII yang melantiknya.
Salah satu pikiran kritis yang ia tulis, tercantum dalam buku The Best State of a Commonwealth and the New Island or Utopia. Terdiri dari dua buku, yang pertama berisi kritikan terhadap pemerintah Inggris yang sudah memasuki bentuk tirani (atau aristokrat yang bobrok); keinginan penguasa bahkan menyeleweng dari tindak sosial sekaligus menentang Paus. Sedangkan buku kedua berisi tentang fiksi yang menggambarkan sebuah negara yang ideal menurut More, yang disebut dengan Utopia.
Kesalehan dan keutamaan merupakan kata-kata yang tidak kita hargai saat ini. Namun bagi Erasmus, sahabat sekaligus tokoh humanisme dari Belanda, kesalehan berarti agama yang didasarkan pada kasih, dan keutamaan berarti kekuatan moral dari kesadaran manusia, yang dapat mengarahkan kita untuk memilih yang terbaik dalam kehidupan sehari-hari. Utopia, mengambil sebuah situasi negara dengan masyarakat yang mengutamakan keutamaan ini. Walaupun terkesan sangat ideal, namun memang banyak kejanggalan yang jelas menimbulkan kalimat: "Ah, itu tidak mungkin terjadi di dunia ini," dalam benak manusia. Tetapi, banyak pula orang yang membaca tulisannya itu, ingin melihat kenyataan sosial semacam itu di dunia nyata ini.
Walaupun bukan berasal dari golongan agamawan atau hirarki Gereja, melainkan sebagai seorang awam, pemikiran More tentang humanisme inilah yang mengubah sejarah pemerintahan Inggris. Dimulai dari sebuah kisah keluarga, bagaimana More menggambarkan keluarga bukan hanya terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak, melainkan juga pembantu serta pelayan keluarga. Mereka inilah keluarga, yang kemudian dilukis oleh seorang pelukis yang dekat dengan keluarga More. Kehangatan dalam keluarga ini yang nantinya digambarkan sebagai sekolah Plato mini.
Pembelaan terhadap kesucian perkawinan, serta penolakan atas keputusan Raja untuk menceraikan istrinya adalah alasan mengapa dia kemudian mati menjadi seorang martir. Yang dia pertahankan bukanlah soal pelanggaran yang dilakukan raja waktu itu, tetapi juga akibat keputusan Raja yang akan dirasakan nantinya. Di akhir hayatnya, dia tetap mempertahankan keputusnnya untuk tidak setuju dengan Raja walaupun putrinya telah berulang kali menyarankan More untuk menarik kata-katanya sebagai seorang Kanselir Kerajaan. More mati dipenggal kepalanya.
Kedisiplinan, tingkat ketelatenan, kedekatan dengan keluarga rumah tangganya, serta pikiran-pikiran humanisme More inilah yang menyebabkan namanya dikenang sepanjang masa. Bahkan, oleh Gereja Katolik, More diangkat menjadi salah satu orang kudus yang turut memperjuangkan kemanusiaan.
No comments:
Post a Comment