Sunday, December 27, 2009

Nasi Goreng Ajaib

Nasi goreng yang saya makan tidak secantik yang ada di gambar. Gambar saya peroleh dari ikadici.wordpress.com

Tulisan ini adalah kumpulan tulisan beberapa hari yang ditulis seakan-akan hanya terjadi sehari. Mengapa? Supaya terlihat dalam satu hari isinya kok aneh-aneh. Haha...

Pagi ini langit tampak cerah. Tak terasa beberapa hari di Magelang sudah membuat saya bosan dengan keadaan. Ditambah kondisi tubuh saya yang semakin memburuk, saya harus memaksa diri untuk mencari penghiburan. Daripada di rumah, saya hanya didiamkan saja, mending saya di Jogja, membuat sesuatu.

Dari rumah, saya berangkat bersama "Kepik Tempur" membawa CPU di depan dan kotak kardus di belakang. Posisi saya ada di tengah-tengah benda-benda berharga tersebut. Nyali saya cukup besar, demi mendapatkan ketenangan batin, saya harus berjalan, eh mengendarai motor kurang lebih 44 km dari rumah untuk sampai ke tempat saya tinggal di Jogja. Sampai di Sleman, (menyeberang jembatan Krasak yang panjang sekali) ada seorang bapak memberikan tanda dengan klakson. Bukan karena kenal sepertinya, saya melihat jaketnya bertuliskan "Akmil". Saya pikir entah saya melanggar lampu lalu lintas atau beliau tidak terima saya selip atau standar saya dari Magelang enggak bener. Ternyata ketiganya bukan. Beliau memberitahu kalau tali pengikat kardus saya lepas. Kemudian, saya mencari tempat untuk berhenti untuk membenarkan barang bawaan saya. Jika bapak itu tidak memberitahu saya, mungkin nanti saya kerepotan mengambil kembali barang-barang saya yang jatuh. Terima kasih bapak, jasamu tiada tara.

Omong-omong soal standar sepeda motor, beberapa hari yang lalu--waktu saya jalan-jalan ke Gramedia, saya bermasalah dengan yang namanya standar. Entah kenapa ketika saya parkir, tiba-tiba motor saya tampak sangat miring dan rapuh. Sudah sepuluh tahun lamanya motor ini berkendara, sepertinya tidak ada apa-apa, tapi kok begini. Footstepnya agak bengkok ke atas. Dengan inisiatif saya, saya coba membenarkan posisi footstep tersebut dengan kaki, layaknya me-nyetarter atau menjengkol motor. Alhasil, standar motor beserta footstepnya bablas. Untuk itu saya pergi ke Magelang hanya untuk mengelas footstep itu. Malangnya nasibmu, Kepik Tempur. Lain kali, kalau mau parkir yang lama, mending pakai standar yang disebut "standar berdiri". Lha terus standar yang tadi disebut apa ya? Mungkin itu "standar kram". Kenapa? Perhatikan saja orang yang kram betis kakinya, pastilah posisinya seperti itu.

Sesampainya di Jogja, sms hangat datang dari Kepiting Goreng. Kenapa hangat? Karena saya harus menjemputnya di Janti. Sekalian keluarlah, ndak apa-apa. Setelah menjemput dia, kami berdua main Fisherman's Bait 2 sama-sama. Game ini adalah game Playstation 1 kuno. Berhubung saya ingin yang agak klasik, saya mengajak dia bermain game ini. Di Monster Fishing, akhirnya kami tamat dengan saya yang mendapatkan ikan legendaris Rong-Yuigh berwarna biru.


Setelah bermain seharian, ternyata perut saya bisa lapar juga. Akhirnya, sambil mengantar Kepiting Goreng pulang, kami makan dulu di warung Nasi Goreng dekat kost dia. Nah di sinilah nasi goreng ajaib itu dipesan.

Sebenarnya bukan nasi goreng ajaib, cuma nasi goreng konvensional seperti yang pernah dimakan semua orang. Tapi sepertinya ada satu hal yang membuat saya takjub setengah mati.

"Mbak, saya pesan mi godog." saya pesan (pertama benar-benar pesan mi godog).
"Waduh mas, mi-nya habis." mbaknya bilang gitu, berarti saya tidak bisa pesan mi godog.
"Ya udah, kweetiau godog ada?" saya tanya, barangkali kweetiau ada.
"Ndak jual." mbaknya melanjutkan, berarti pula saya tidak bisa pesan kweetiau godog.
"Ya udahlah, nasi goreng dua, gak pedes...." akhirnya saya memesan nasi goreng yang tidak pedas.
"Minumnya teh hangat dua."

Ternyata menunggunya lama, limabelas menit kayaknya lebih. Sambil menunggu sambil bergurau, tiba-tiba saya terbatuk-batuk

"Uhuk... uhuk... suwi."
"Uhuk... uhuk... selak ngeleh."

"Hus", kata Kepiting Goreng.

Eh, dateng pesenan kami. Nasi goreng tidak pedas dan teh hangat untuk dua orang. Sebelum hidangan diletakkan di meja, saya ucapkan terima kasih kepada si pengantarnya.

"Terima kasih."

Eh, ternyata cuma diletakkan di samping Kepiting Goreng, agak jauh malah. Akhirnya harus diambil satu demi satu. Kalau tau gitu, mendingan dianter dulu ke depan orangnya, barulah saya ucapkan terima kasih. Ah sudahlah.

Nah, nasi goreng yang saya makan ternyata pedas di bibir! Sudah tadi pelayanan kurang bagus (mungkin karena orang baru), sekarang kepedesan akunya. Huh, bikin emosi jiwa. Dalam impian saya seperti ini:
Saya panggil mbak yang tadi, terus saya omel-omeli
"Bagaimana sih, tadi diantar tidak sampai meja di depan pemesan. Sekarang nasi goreng malah pedas, padahal pesennya tidak pedas."
"..." (saya tidak tahu dia nanti jawab apa)

Tapi setelah itu saya terdiam, karena ternyata yang membuat saya kepedasan adalah sariawan di bibir saya. Jadi yang membuat rasa nasi goreng menjadi begitu ajaib adalah sariawan. Nasi goreng yang tidak pedas bisa menjadi pedas karenanya.

Haha, jadi petunjuk wisata kuliner. Ternyata, "Sariawan" bisa menjadi salah satu alternatif para penggila pedas dalam pilih-pilih makanan. Saya tidak bohong, saya bisa kepedesan terutama makanan panas berkuah. (Sebenarnya yang dipilih bukan makanannya, apa pun makanannya tetap saja terasa pedas di bibir).

Yah, itulah nasi goreng ajaib yang saya makan hari ini. Setelah itu saya mengantarkan si Kepiting Goreng pulang dan saya sendiri juga pulang kembali ke kos untuk beristirahat. Enggak dink, main Fisherman's Bait 2 lagi sebentar. Haha...
Previous Candi (???) Ditemukan di Universitas Islam Indonesia Next Kerang Susahdibuka - New Year Festivities

No comments:

Post a Comment

author
Yacob Ivan
Indonesian, Mathematician, Business Analyst, Android Developer, History-traveller | http://www.yacob-ivan.com